Ini bukan berarti akan update tiap bulannya. Karena selalu update blog itu ngga mudah hehe…walaupun kalau konteksnya list ‘hal-hal’ seperti ini entah juga ya, mungkin jadi lebih mudah. Let’s see aja.
Elon Twitter

Kalau di tech negara luar, ironisnya khususnya di Twitter itu sendiri, Elon Twitter sangat heboh. Selain dia mecat sebagian besar karyawannnya di Twitter sejak dia join jadi CEO dan hampir tanpa rasa empati, juga didukung memang attitude dia yang aneh, unik, mengada-ngada, tapi juga mungkin saja cerdas juga. Tapi cerdas saja tidak cukup kalau di keyakinanku ya, malah bisa jadi petaka kalau tidak digunakan dengan bijak.
Rata-rata product yang Elon punya sebetulnya bukan hasil temuannya (Paypal, Tesla, SpaceX, Twitter), tapi kan memang sah saja bisnis seperti itu, hanya saja seolah dia lah penemunya, itu yang bikin kotroversi. Kalau Twitter jelas kita semua tau kalau dia bukan penemunya. Tapi karena mungkin saya dan kita di Indonesia tinggalnya, jadi ngga terlalu dimasukin pikiran 😁 ketoxic-annya. Jadi saya juga tidak terlalu berapi-api seperti dunia tech luar untuk rame-rame pro kontra memuji ataupun menyerang dia. Terlepas kalau orang di Indonesia kan rata-rata mentalnya yang makin kaya, makin penting posisinya, ya makin dijilat secara merata. Jarang yang berani nentang.
Sosok Elon di sisi lain walau saya ngga terlalu ambil hati dan otak, bikin saya pesimis soal kebenaran jika tanpa uang dan posisi. Mirip Sambo, tapi kalau Sambo karena viral aja dan beda konteks (Polisi), maka kena sama netizen, itupun masih berbelit-belit kasusnya. Ini bukan soal Elon dan Sambo aja, semua. Saya juga liat salah satu podcast yang bintang tamunya VJ Daniel, ketika dia cerita bahwa dia dulu pernah dianggap aneh, tapi ketika jadi VJ maka keanehannya itu jadi lebih dimaklumi dan disambut. Keanehannya itu ya sekadar tengil gitu-gitulah atau kalau ketawa ngakak banget, kaya gitu-gitu. Dari kisah-kisah itu, udah fix saya cuma punya Allah ketika mau bicara benar, apalagi jika konteksnya di tech. Bener-bener dah, orang hanya melihat dari hal begituan. Fix. Udah, terserah kalian aja.
Layoff masal seluruh dunia
Saya pun termasuk salah satunya Agustus lalu. Rasanya koq jadi kaya mirip virus Covid merebaknya, begitu cepat dan menjalar. Walau kalau saya pribadi alhamdulillah bisa menyikapi dengan cukup tenang saat itu, sampe CEO nya pun kaya agak bingung sepertinya liat saya di video call, padahal dianya udah kaya ngga enak nyampeinnya. Yah, tauhid lah, pak…tapi ya jujur saja stress itu ada saat itu. Tapi ngga terlalu dijadiin beban.
Duh, Putin…Putin…lagi-lagi akibat leader aneh. Saya ngga terlalu paham politik dan ngga bilang lawannya pasti benar, tapi kan ngga gitu juga caranya.
Fenomena dari big tech pindah ke early-stage startup
Yang Parker ini saya dapet dari newsletternya workspace.xyz.
Parker Gibbons is a technologist, filmmaker, and designer who designs tools for filmmakers. |
He is currently a designer at Sequence, a new kind of video production tool on the web aimed to empower everyone with video literacy while embracing the complexities of professional and high-end video. |
He was previously a designer on the Adobe Pro Video Apps team. |
Di luar negeri itu jadi Founding Designer is a thing ya daripada di sini. Mungkin karena gajinya bisa setara sama kalau kerja di big tech. Bahkan yang dari big tech bisa pindah ke startup baru. Malah ada beberapa pembahasan artikelnya soal ini yang berbahasa Inggris. Contoh lainnya ex designer Twitter bawah ini:
Designer luar yang seusiaku pada bikin online course 😁
Dan Mall
Beliau ini baru aja ngesuntik mati bisnis agency nya, Superfriendly. Dan fokus di ngajar desain. Duh, koq jadi saya yang deg-degan ya hehe…sekaligus menginspirasi. Kitu wae kitu aku? hehe….
Make Design Systems People Want to Use
Dann Petty (ini lebih senior sih)
MDS / Matt D. Smith (ini juga lebih senior)
Get good at UI Design, Build your portfolio (and get paid), Create with confidence
Sara Soueidan (tapi ini lebih ke front-end dev, dan ini sih yang terbaru rilis November maksudnya).
Beliau cerita bikin ini prosesnya 9 bulan dan ngga kerja selama itu.
Terlepas dari online-online course ini, saya nemu komen ngga supportif di Linkedin. Saking saya following designer-designer luar, nemu aja yang gini. Tapi bukan jadi menormalisasi orang yang ngga supportif di lokal ya. Dia ngomenin tanpa sebut nama sih, masih waras dikitlah…. soal sebuah online course topik accessibility yang baru rilis. Hmmm…tapi saya ga mau cerita dia ngomong apa, dan belum tentu sih ke siapa nya. Tapi ya siapa lagi, duh 🤦🏻♀️. Ada aja orang begini. Bedanya orang ini bicara tanpa power, yang power justru yang bikin course, dan bukan ikut-ikutan orang yang power juga, emang dia aja sendiri inisiatif ngga suka kali sama yang bikin, entah apa alasannya. Sebagai sesama muslim dengan Sara, saya jadi agak gimana gitu hehe…tapi sudahlah kan ngga informatif juga untuk ke siapa. Yang pasti itu ngga heboh di luar sana karena orang yang brengseknya ngga terlalu well-known. Ya, mending sih ini. Ngerti kan?
Jadi andaikata orang tsb ngiritik tingkat ketulusannya lebih tinggi (dibanding kasus di sini -buat yang ngerti aja-), walaupun saya pernah baca twitt salah seorang pekerja tech, cewek di negara luar sana, katanya kalo jadi cewek di tech itu harus pembuktian mulu, apalagi kalau minoritas. Harus aja ngebuktiin kalau kita tuh beneran mampu. Yah, sudahlah, wallahualam. Kadang soal beginian aku pun pasrah haha…ngga ada power teknis kecuali bergantung hanya pada Allah. Jadi kalau sharing ya kita tulus aja, guys. Jangan karena ingin ini itu atau karena udah punya ini itu. Dah. Terlepas dari status ngga supportif tsb ngga dijelasin untuk siapanya, Sara itu kurang apalagi sih. Temennya aja Dan Mall, Brad Frost (yang bikin buku Atomic Design), mo gimana lagi, hadeuh. Dan jikapun selain itu, bukan yang diduga tertujunya -which kemungkinannya kecil-, ya ngga mesti juga posting yang ngga suportif. Kalau dibilang kritik, toh orangnya kan ngga tau, ngga dimention dan ngga disebut.
UXer usia di atas 50 bilang cari kerja di usia tsb udah sulit ⚠️
Jadi ada twitt yang bilang kaya gini. Ngga saya share twitt aslinya karena diprivate akunnya. Apakah dia well-known? yup. Hanya saja dia keukeuh ingin kerja di yang UX maturitynya tinggi, kalau ngga, dia pikir semua orang di perusahaan-perusahaan dimana rata-rata pada jauh lebih muda pada ngga ngerti. Yah, saya sedikit merasakan itu sih hehe, tapi di sisi lain mungkin karena saya belum sematang itu, ya ada kalanya sama-sama belajar juga lah. Ini jadi bikin saya mikir, kalau di lokal gimana. Orang ini memang tidak terlalu career ladder oriented gitu dan termasuk BIPOC, perempuan juga, jadi maksudnya minoritas lah. Yah, kalau di keyakinan ku khawatir soal rejeki itu kan dihitung sebagai dosa ya, walaupun kalau planning, ikhtiar boleh saja. Ini jadi bikin saya mikir sih. Iya juga ya, tapi ya sudahlah jalan aja dulu hehe…
Jadi dosen tamu
Diam-diam saya ada keinginan yang mengawang-ngawang jadi guru atau dosen di bidang desain. Tapi kalau anak lagi lucu-lucunya gini sepertinya repot karena kan harus kuliah lagi dulu. Dan ternyata tetanga baruku yang usianya lebih muda sekitar 7 tahun sedang ambil S2 di ITB untuk jadi dosen nantinya, dan anak-anaknya 2 juga masih pada kecil-kecil, 😁. Kadang kalau ortunya lagi di luar mereka suka main ke rumah saya, hahaa…tapi gpp sih. Toh emang saya di rumah. Eh, ga taunya lumayan deh ada kesempatan jadi dosen sehari 😆, tapi ya keinginan ini ngga telalu harus sih, karena mikir lagi, mending jadi dosen apa kerja di rumah. Ya kerja di rumah sih, cuma ya gitu ya bidangnya sedang tak pasti digital ini.