Note: Nama perusahaannya apa, tar aja lah ya kalau di LInkedin udah update ๐, yang penting udah tanda tangan kontrak hehe..
Setelah kerja secara full remote di MindLife selama 3 tahun, saya tertarik untuk mencari lagi walau di tingkat ‘tidak harus’. Kenapa? karena saya sudah tua ๐ (baca ala meme pak Prabowo ‘kita tidak punya uang’). Di MindLife juga sangat zona nyaman ya, penghasilan lebih baik daripada pekerjaan sebelumnya saat di Big Tech bahkan hampir tanpa tekanan dan kesibukan. Belum lagi saya ada anak laki-laki 2, jadi ya pas aja kerja tanpa ada sering tekanan yang berarti. Buat yang belum tau, anak laki-laki dan perempuan itu jauh beda bebannya. Kalau 3 tahun bekerja berarti anak-anak saya saat itu usia 2 dan 6 tahun. sangat-sangat rentan sekali usianya. Ya sekarang juga berarti jadi 5 dan 9 tahun sama aja sih, ngga jauh beda tapi agak lebih beda bebannya secara teknis. Btw, kenapa sih selalu nyelipin punya anak2? karena itu BERAT, bung! dan saya ngga ada temen di negara ini ibu-ibu UX beranak 2.
Kenapa pindah?
Singkat cerita saya butuh challenge baru. Di MindLife ini jadinya seperlunya aja atau freelance, karena kerjaannya sedikit sih memang. Di era pandemic ini hampir semua perusahaan jadi remote, baik yang sementara ataupun jadi keterusan remote. Seperti Dropbox itu berubah jadi perusahan remote walau mungkin tidak full semuanya harus remote. Berbeda dengan Automattic (perusahaannya WordPress), dari dulu memang sudah full remote. Di sini saya lihat semakin sulit justru kesempatannya. Karena saingan lebih banyak walaupun kesempatan lebih banyak. Tapi kesempatan yang bertambah ini juga kebanyakan di U.S ya sebagai pusatnya industri digital, kaya Silicon Valley, which mereka rata-rata hanya nerima jam kerja waktu sana. Juga kebanyakan hanya nerima English fluent or native. Tapi saya pikir dan saya tahu bahwa kalau sudah rejeki ngga akan kemana. Pasti ada aja jalannya.
Ternyata benar sih. Ketika saya nemu lowongan ini memang ini yang prosesnya paling lancar dan mulus, qodarulloh. Tapi bukan lebih mudah. Kalau mudah itu biasanya masuk-masuk aja tanpa ba bi bu. Jadi ini adalah sebuah startup early stage (tingkat awal), yang pendanaannya sekitar Round A Stage. Based nya di Jerman, tapi karyawannya sih nyebar ke India, Norwegia, Nigeria dan Mesir. Jumlah karyawannya sekitar baru 11 orang, kalau MindLife itu 7 orang cuma bukan startup sih ya, beda.
Ralat & Update:
Sepertinya masih Pre Seed ya, bisa jadi saya salah dengar ketika interview dengan CEO walaupun sudah baca-baca dulu dari sumber artikel yang ada sebelum interview dan kupikir sudah naik pendanaannya hanya saja tidak public.Terlepas dari layoff itu bukan soal berapa modal yang dimiliki, tapi dari perhitungannya dan kebutuhannya serta situasi ekonomi. Di bulan Agustus saya kena layoff dan Oktober 2022 ini saya pindah ke startup di Swedia.
Selama pengalaman saya kerja di startup kecil/early stage, ini yang paling serius. Mungkin karena mereka pake investor sih. Dari proses hiringnya, productnya, anggapan soal desainnya, kulturnya lumayan niat untuk ukuran startup early stage. Biasanya kalau startup ngga pake investor dan baru awal berdiri, process hiringnya untuk yang udah pengalaman lama, yang udah-udah sih biasanya tanpa tes, tanpa interview ribet, ibarat kaya langsung masuk aja, sedangkan yang ini lumayan ribet. Dan selain lowongan yang ini saat itu yang dalam proses interview berbarengan ada 2 lagi, yang 1 design agency di UK, yang 1 lagi startup baru (kaya masih Pre Seed/atau emang bootstrap) di Singapore yang tiba-tiba kontak saya (tiba-tiba setelah 10 tahun kerja maksudnya wkwkw..), foundernya itu ex engineer Facebook di Singapore. Cuma saya kurang sreg sih sama productnya, terutama untuk ke depannya. Asia itu e-commerce lagi, lagi-lagi e-commerce yang nantinya akan rawan dengan riba hehe..walaupun mungkin untuk sampai sana masih lama ya, karena product yang sekarangnya masih ‘aman’ dari riba. Dan tadinya sih saya sebisa mungkin menghindari sekitaran Indonesia hehe…walau bukan berarti ngga mau.
Kalau yang Design Agency, tapi pake perantara dan lowongannya di mana itu belum di kasih tau di job descrption, dikasih tahunya ketika akan interview. Dan ternyata itu design agency yang rata-rata untuk website, which ngga cocok sih karena bisa aja kan bikin website alkohol hehe…dan emang mereka bikin app dating app dong, mana yang konsepnya binal pula -_-‘, padahal gajinya sama kaya yang saya mau haha…bahkan lebih besar, tapi langsung saya mundur, saya bilang saya cuma mau di startup/corporate atau design agency dengan tema khusus (biasanya ada tuh yang temanya social impact), tapi si perantaranya ini nego lagi ke saya, dengan mengatakan bahwa “Kliennya tertarik sama portfolio mental health app kamu, jadi bisa aja project based khusus ranah itu.” Ya udah saya akhirnya mau interview, tapi ngga jadi juga karena keburu keterima di yang lain.
Selama proses hiring ini juga ada message di Linkedin dari VP of product nawarin ngelamar jadi Head of Design di startup lokal, startup fintech pinjaman, haaalllaaaaaaah…..ga ga ga…indonesia tuh produknya gitu-gitu aja emang. Sesuai ya sama karakter peluang user nya ๐๐ปโโ๏ธ
Menemukan pekerjaan
Ok, daripada kelamaan menuju ke inti, kembali ke pembahasan, jadi saya nemu lowongannya di Behance, yang ternyata mereka juga post di Angelist. Saya lamar, dan dibalesnya cepet banget. Dari sini aja Allah itu kaya udah menurunkan KUASA-nya ngga sih. Jadi kaya, kalo emang bakal milik lo ya kenapa juga mesti dipersulit. Kecuali ngga bakal jadi milik lo. Dan agak ngga nyangka ternyata posisi ini tuh bakal jadi leader. Di lowongan memang tertulis sih lead, akan building team, hire team, ngedefine UX strategy, kultur. Cuma ya saya kira tipikal startup baru biasanya maksud dari istilah ‘lead’ itu kan sebetulnya lead diri sendiri dan sendirian. Ternyata tyduck. Jadi sudah ada 2 designer di sana yang harus dilead dan akan ditambah lagi team nya nantinya, yang hire ya saya nanti insya Allah. Memang mendingan bertahap ya kalaupun harus ngelead, dari 2 orang dulu itu pas, yang bener emang kaya gitu. Ini juga berdasarkan dari salah 1 artikel apa buku gitu mengenai design leadership yang menyarankan bertahap seperti itu ketika transisi dari IC (individual contributor) ke lead/management. Btw karena tim nya masih sangat kecil saya masih harus semi IC sih hehe…
Saya baca sumber-sumber like…a ton karena kerjaan baru ini, jadi lupa dari sumber yang mana yang soal tips ‘bertahap’ tadi. Kalau langsung harus ngelead puluhan orang itu hasil ‘orang dalem’ namanya, kecuali ada background management yang jelas. Gpp pake orang dalem, halal aja dalam Islam asal mumpuni, mumpuni ngga cuma keilmuan aja tapi juga attitude udah harus sepaket, jangan lupa.
To illustrate one example, I know one senior leader who is highly competent, yet deliberately promoted โassholesโโas defined in the book The No Asshole Rule [5] โinto management roles. Why? His top two individual contributors both threatened to leave the company if they were not promoted to manager. The result? He promoted both of them, after which all of the other top performers on the team quit. These managers did more harm than good, negatively impacting the entire organization. https://www.uxmatters.com/mt/archives/2008/04/so-you-want-to-be-a-ux-managerseriously.php
Tahap Hiring
Melamar lewat email lengkap dengan surat lamaran dan link portfolio
- CTO membalas email dan minta interview
- Interview dengan CTO sebagai introduction perusahaan aja, dan introduction kita sebagai designer. Sempat ditanya gaji untuk mastiin bahwa bisa lanjut dengan cocok dilihat dari budget. 30 menit
- Interview dengan CTO dan Designer, presentasi portfolio. Sempat CTO ini mau ajak Designer temen kerjanya dulu, yang sekarang orangnya kerja di SalesForce, ex Microsoft untuk ikut interview saya ๐๐ปโโ๏ธ tapi ngga jadi karena ngga available saat itu dianya. 60 menit, agak molor jadi hampir 90 menit
- Interview/Chat dengan Lead Front End Developer, kaya cuma buat sharing soal tool developer hand off aja. 20 menit
- Interview dengan CEO. Saya kira di sini udah tinggal nego gaji dan ‘selamat datang’, kan CTO nya pernah bilang nanti kalau sampe interview dengan CEO, dia bakal share soal berapa dana yang kita punya, dia transparan. Ngga taunya saya tetep diinterview lain-lainnya like…lo belum lulus gitu aja hehe… 30 menit
Total lamanya sekitar 2 minggu.
Hasilnya alhamdulillah…

Pertanyaan Interview
Pertanyaan interviewnya seputar leadership semua ternyata. Waduh. Jadi saya unjuk desain itu di portfolio aja dengan beberapa pertanyaan saat presentasi portfolio. Sisanya soal leadership semua. Qodarulloh, Allah melancarkan lidah saya, apalagi pake bahasa Inggris. Lalu saya langsung mengkhayal seandainya yang dilamar ini bahasa Indonesia harusnya lebih baik, tapi alhamdulillah juga ngga jodoh di Indonesia. Bukan ngga mau, tapi ngga dulu.

CTO + Designer Interview after presented portfolio
- What is your leadership styles?
- As a leader or head of design and you have the power to build the design and team from scratch, what do you think you are confident in and what do you think you need to improve and learn in yourself?
- Since when have you been a mentoring designer?
- How do you tackle to keep learning while the design and UX move forward and change very fast?
- What is your design process until you have to make the decisions to end?
- How do you face the feedback?
- What if that happened often with the same person?
Interview (chat) with Lead Front End Developer
- Introduction team member description, technical talk about use Zeplin (based on my suggestion), compared to Figma only
CEO interview
- Why do you want to work here?
- What is the problem or obstacles in the previous company youโve worked with and how did you handle them?
- What are the differences between you working at large and small companies?
- When there was a case where some of your designs worked and the team needed to be cancelled, how do you react emotionally?
- What are the type and experiences of designers whom youโre mentored?
- What are the cases or problems when youโre mentoring the designers?
- Why do you want to leave your current job?
Ini yang saya ingat ya. Jawabannya apa ya tergantung kita nya hehe. Intinya saya kan sering banget sih share soal empati, termasuk di post-post soal UX di instagram, ya jadi saya arahnya banyak ke sana soal leadership style, dan ternyata setelah beres interview saya cek-cek lagi Linkedinnya, ada post yang nyambung ke sana kultur mereka. Dan memang sih yang saya suka juga di lowongannya (biasa sih kalo lowongan-lowongan di Eropa ngga kaya di Asia atau di sini), nyantumin “Egoless, Transparent, Blameless, No Bullshit culture”. Sedangkan kalau di negara sini tuh kaya, so what gitu sama kebrengsekan di dunia profesional. Duh, ngga deh. Ngga dulu.
Untuk presentasi portfolionya cukup 2 kalau saya, dan memang rata-rata 2-3 aja koq.